Terobosan Dyah Balitung berkuasa di Mataram, membangun fasilitas umum tanpa memungut pajak: National Okezone

banner 468x60

DYAH BALITUNG membawa kerajaan Mataram kuno menuju kemajuan. Ia memprakarsai berbagai terobosan inovasi dalam kebijakan pembangunan dan kebijakan politik. Alhasil, kerajaan Mataram menjadi kerajaan yang disegani di nusantara saat itu.

Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung begitulah gelarnya, ketika menjadi raja mampu mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapinya. Tak hanya itu, Dyah Balitung juga mampu mempersatukan kerajaan-kerajaan bawahannya yang hampir terpecah akibat perselisihan di kalangan bangsawan.

Raja Dyah Balitung yang dikenal dengan nama Sri Iswarakesawotsawatungga atau Sri Iswarakesawasamarattungga memiliki sifat ekspansif atau ambisi untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Oleh karena itu Dyah Balitung berhasil memperluas wilayah Medang hingga ke Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali, seraya menyebutkan “13 Raja Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah Kerajaan di Tanah Jawa”.

Selain ekspansif, Dyah Balitung dikenal sebagai raja besar yang sangat berdedikasi terhadap kesejahteraan seluruh rakyatnya serta memajukan perekonomian dan menjamin keamanan negaranya. Kebijakan Dyah Balitung yang terkenal adalah memindahkan ibu kota kerajaan dari Mamrati ke Poh Pit atau yang dikenal dengan Yamapura.

Ibukota dipindahkan karena istana di Mamrati hancur saat terjadi peperangan antara Dyah Lokapala atau Rakai Kayuwangi dan Dyah Saladu atau Rakai Gurungwangi. Dyah Balitung pun menciptakan jabatan Rakryan Kanuruhan yang setara dengan Perdana Menteri, dan Rakryan Mapatih atau Rakryan i Hino yang dijabat oleh Mpu Daksa, sebagaimana tertulis dalam prasasti Watukura, 27 Juli 902 M.

Juga dibentuk kantor tritunggal yaitu Rakryan i Hino, Rakryan i Halu, dan Rakryan i Sirikan. Ketiga model jabatan inilah yang pada akhirnya dicontohkan dan digunakan oleh pemerintahan kerajaan Singhasari dan Majapahit.

READ  Suku bunga tinggi, perbankan emiten masih mencatatkan kinerja positif

Selain kebijakan politik, kebijakan pembangunan fisik juga dilakukan Dyah Balitung. Dalam Prasasti Telang bertanggal 11 Januari 904 M, disebutkan bahwa pembangunan kompleks penyeberangan di Sungai Bengawan Solo yang disebut Paparahuan diperintahkan oleh Mpu Sudarsana, selaku Rakai Welar atau orang yang berkuasa di wilayah Welar, wilayah kekuasaan Kerajaan Welar. Kerajaan Mataram.




Ikuti berita Okezone berita Google

Ikuti terus semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang
klik disinidan nantikan kejutan menarik lainnya

Pembebasan pajak bagi desa-desa di sekitar perbatasan Paparahuan dan larangan pungutan biaya penduduk bagi yang melintasi Sungai Bengawan Solo. Pembebasan pajak juga terjadi di Desa Poh yang diberi tugas mengelola bangunan suci Sang Hyang Caitya dan Silungkung, sebagaimana tercantum dalam prasasti Poh bertanggal 17 Juli 905 M di daerah Mataram.

Dyah Balitung juga memberikan penghargaan kepada Desa Kubu-Kubu Rakryan Hujung Dyah Mangarak dan Rakryan Matuha Dyah Majawuntan. Penghargaan ini diberikan karena telah berjasa dalam penaklukan wilayah Bantan atau Bali berdasarkan prasasti Kubu-Kubu bertanggal 17 Oktober 905 Masehi.

Penghargaan Desa Rukam juga diberikan kepada Rakryan Sanjiwana atau nenek penjaga bangunan suci di Limwung. Jangan lupa, lima gubernur di negara bawahan mendapat penghargaan karena menjaga keamanan di pesta pernikahan mereka.

READ  Cara Bisnis Berpotensi Di Surabaya Terkini

Quoted From Many Source

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *